Makna Khullifuu dalam Al-Qur’an Surah Al-Taubah Ayat 117-119 dan Relevansi Terhadap Rekonstruksi Boikot
Studi Kisah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Dan Ka’ab Bin Malik
DOI:
https://doi.org/10.55656/kisj.v6i1.206Keywords:
boikot, al-Qur’an, rekonstruksi, relevansiAbstract
Penelitian ini membahas tentang Makna Khullifuu Dalam Al-Qur’an Surah Al-Taubah Ayat 117-119 Dan Relevansi Terhadap Rekonstruksi Boikot Studi Kisah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Dan Ka’ab Bin Malik. Kata Khullifuu hanya disebutkan satu kali dan terletak dalam Qur’an Surah al-Taubah ayat 118. Ayat ini turun berkenaan dengan kisah Ka’ab bin Malik dan kedua temannya yang mendapat ampunan setelah diuji dengan pengucilan atau dapat dikatan dengan boikot. Maka penelitian ini mengkaji pandangan ahli tafsir mengenai kisah Rasulullah dan Ka’ab bin Malik dalam Qur’an surah al-Taubah ayat 117-119. Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan (library research) dan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi tematik. Data-data yang terkait dengan studi ini dikumpulkan melalui studi pustaka dan disajikan dengan teknis analisis deskriptif, yaitu dengan menjelaskan ayat perayat yang berhubungan, dengan merujuk pada al-Qur’an sebagai data primer dan buku-buku literatur yang berkaitan sebagai data sekunder. Adapun hasil penelitian ini yaitu makna Khullifuu adalah ditinggalkan sedangkan boikot bermakna penolakan. Sehingga keduanya memiliki kesamaan dalam pemaknaan secara kontekstual. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa Qur’an Surah al-Taubah ayat 117-119 ini merupakan kisah Ka’ab bin Malik yang dikucilkan oleh Rasulullah ﷺ dan rekonstruksi boikot yang dapat dipahami dari Qur’an surah al-Taubah ayat 117-119 adalah kelalaian dalam menunda persiapan untuk pergi berperang hingga tidak turut serta berperang. Meskipun Ka’ab bin Malik telah jujur dalam mengemukakan alasannya tidak ikut berperang, Rasulullah tetap mendiamkannya selama lima puluh hari. Dan Rasulullah mengembalikan kasus ini sehingga turunlah surah al-Taubah ayat 118. Kesedihan hati yang Ka’ab rasakan membuat ia tidak putus asa dalam berharap ampunan dan bertaubat.